Efek domino, gambar dari wikipediaDomino, tahu kan domino yang terkenal itu? Pastilah tahu apa yang saya maksud domino. Domino alias kartu gaple di Indonesia ini termasuk permainan yang paling digemari disamping remi, catur, dan permainan lunak lainnya. Tentu saja populer wong setiap 17 Agustusan main gaple dengan kartu domino sudah lama dijadikan tradisi kok.

 Tapi efek domino? Tahukan kita tentang istilah teknis yang juga sebenarnya populer ini? Mungkin tidak banyak orang tahu selain politikus, ahli geostrategis, kalangan hankam, dan tentunya ahli matematika yang sudah lama meneliti manipulasi simbolik dari permainan susunan kartu domino menjadi suatu perangkat analitik guna menemukan pola-pola dasar suatu perubahan yang saling berpengaruh secara horisontal sehingga kalau salah satunya jatuh, baik karena sengaja dijatuhkan, atau karena lemah secara alamiah, maka seluruh rangkaian horisontal kartu domino tersebut akan jatuh secara beurutan sampai seluruh bangunan yang dibentuk oleh ribuan bahkan jutaan kartu domino itu benar-benar ambruk sama sekali tanpa bentuk.

 Domino Jatuih, dari wikipediaKita tentu sering melihat permainan ini dipamerkan dalam acara-acara khusus pemecah rekor menyusun kartu domino. Acara hiburan ringan yang menarik ini biasanya melibatkan seorang ahli penyusunan kartu domino yang lebih tebal ketimbang kartu gaple yang kita kenal, untuk kemudian susunan kartu yang membentuk suatu bangunan tertentu, misalnya suatu kota, dirubuhkan hanya dengan menarik satu kartu yang nampak tidak berguna. Akan tetapi, sebenarnya kartu kunci itu adalah kartu penyangga utama bangunan buatan tersebut. Akibatnya, jika kartu ini diambil oleh penyusun yang ingin memamerkan keahliannya memecah rekor susun kartu domino, seluruh bangunan kartu itu pun menjadi berantakan secara berurutan. Kelihatannya rubuhnya bangunan kartu itu jadi indah jika kita melihatnya secara keseluruhan, misalnya dari atas loteng dimana susunan kartu itu dibangun. Nah itulah efek domino, efek saling pengaruh secara horisontal yang sambung menyambung menjadi satu seperti rangkaian Kepulauan Indonesia yang jumlahnya kata pelajaran geografis semasa saya SMP sekitar 13 ribu kepulauan.

Efek domino menurut versi Wikipedia adalah (http://en.wikipedia.org/wiki/Domino_effect ) :

 “The domino effect occurs when a small change causes a similar change nearby, which then will cause another similar change, and so on in linear sequence, by analogy to a falling row of dominoes standing on end. The domino effect also relates to a chain of events.”

 Jadi, kalau mengikuti definisi Wikipedia di atas, maka efek domino identik dengan “Butterfly Effect” yang terkenal di dunia matematika dan geofisika untuk menjelaskan Theory Chaos dimana dimetaforkan sebuah kepakan sayap kupu-kupu yang mengepak lembut di suatu tempat di Benua Australia bisa menyebabkan munculnya badai dahsyat di Myanmar. Pada kenyataannya, baik Efek Domino, maupun Theory Domino menurut pakar politik militer, atau pun Butterfly Effect berkaitan dengan suatu perubahan kecil yang menjadi besar karena ada reaksi berantai yang berjalan menggelinding bagai bola salju, sampai akhirnya terjadi perubahan besar.

Sudah lama ahli strategi nasional maupun internasional memperkenalkan istilah “efek domino” atau “teori domino” untuk menggambarkan saling hubungan antara suatu ideologi dan pengaruhnya, suatu agama, suatu budaya populer, kebijakan politik dan moneter, maupun saling hubungan antara suatu negara-bangsa dengan mengambil fenomena yang terjadi di permainan susun-bangun kartu domino yang menarik itu.

Adalah Presiden AS Dwight Eisenhower yang menyebutkan prinsip rubuhnya kartu domino ketika menyikapi perkembangan geopolitik pasca Perang Dunia ke-2 di wilyah Indo-China ketika komunisme mulai meraksek di wilayah Vietnam. Pada tanggal 7 April 1954, Dwight D. Eisenhower, Presiden AS waktu itu berkata dalam suatu konferensi press:

 “Finally, you have broader considerations that might follow what you would call the “falling domino” principle. You have a row of dominoes set up, you knock over the first one, and what will happen to the last one is the certainty that it will go over very quickly. So you could have a beginning of a disintegration that would have the most profound influences.” (dikutip dari http://en.wikipedia.org/wiki/Domino_theory )

 Salah satu teori yang terkenal dulu adalah teori penyebaran faham komunisme pasca perang dunia kedua yang beberapa dekade yang lalu membuat Amerika Serikat perlu memperkenalkan istilah geopolitis dengan sebutan yang mengambil dari permainan kartu domino. Itulah saat istilah Efek Domino mulai populer di dunia pasca Perang Dunia ke-2. Vietnam dan Afganistan mungkin merupakan salah satu negara yang menjadi kartu penahan supaya bangunan komunisme tidak menyebar dan merubuhkan negara lainnya. Untuk mencegahnya, maka AS pun akhirnya terlibat pada jatuh bangunnya rezim di kedua negara tersebut.

Selayang Pandang, Perubahan Yang Terjadi Di Dunia

Indonesia juga merupakan target operasional penerapan strategi efek domino. Dengan menggunakan sentimen politik dan ekonomi lokal yang berkembang di masa itu, maka penyebaran komunisme pun kemudian dicegah di Indonesia dengan berhasil setelah AS mulai merasakan kekalahannya di Vietnam.

Pasca Vietnam, giliran Afganistan yang menjadi sasaran komunisme maupun lawannya. Dan kitapun kemudian mengetahui apa yang terjadi di Afganisthan ketika negara tersebut di serbu Uni Soviet dan kemudian dilawan oleh masyarakat Afganisthan dengan sokongan masyarakat barat.

Pasca Afganistan, tiba-tiba Michael Gorbachev mengumumkan kebangkrutan Uni Soviet, dan tak dinyana ia malah membubarkan negara besar yang sejak akhir perang dunia ke-2 merupakan pendukung utama penyebaran Ideologi komunis disamping China. Sejak itulah, angin perubahan besar geopolitik dunia mulai mencari arah baru. Perang Dingin telah berakhir dan tentu perlu pendayung baru untuk menggerakkan ekonomi dunia dengan cara mencari “perang baru”. Musuh bersama dunia barat yang didukung oleh Amerika, Inggris, dan sekutu-sekutunya sejak perang dunia kedua telah ambruk, karena itu perlu mencari cara baru untuk mengelola dunia. Terkenallah masa itu istilah Tata Dunia Baru yang mirip-mirip ide Gerakan Non-Blok di masa Soekarno dulu.

Tidak perlu lama untuk mencari musuh bersama baru. Ketika seorang sosok manusia yang dibesarkan oleh Perang Afganisthan muncul dengan nama Osama bin Laden dengan al-Qaeda-nya, teoritikus hubungan internasional Amerika berdarah Yahudi Samuel P. Huntington menelurkan teori geopolitik baru yaitu “Benturan Antar Peradaban”.

Teori ini sebenarnya berasal dari suatu makalah singkat ahli hubungan internasional tersebut yang diterbitkan beberapa tahun setelah keruntuhan Uni Soviet dan paham komunismenya di jurnal Foreign Affair, suatu jurnal kajian dan politik internasional yang bergengsi di Amerika Serikat karena didukung oleh parapemikir, think tank, dari seluruh institusi bergengsi di Amerika Serikat.

Kembangan dari makalah singkat itu kemudian diperluas menjadi Buku terkenal yang laris manis karena memang promosinya dimaksudkan untuk mempopulerkan pembenaran teori “Benturan Antar Peradaban”. Karuan saja banyak reaksi keras dengan tuduhan kalau Benturan Antar Peradaban melulu menunjukkan positioning AS dan sekutunya terhadap masyarakat dunia. Kali ini reaksi keras datang dari Umat Islam sebagai produk Peradaban Islam dan China sebagai produk peradaban Konfusionis yang ditarung tandingkan dengan peradaban barat. Kritik utama atas teori tersebut muncul bukan saja dari pihak Islam maupun China, tetapi juga dari kalangan barat sendiri yang menyimpulkan kalau Benturan Antar Peradaban tidak sahih untuk dijadikan cetak biru AS dan sekutunya guna mengendalikan dunia dengan New World Order nya.

Tapi peristiwa-peristiwa bergulir semakin nampak mendukung teori tersebut. Apakah peristiwa itu suatu rekayasa intelijen tingkat tinggi atau alamiah karena banyak orang yang tanpa sadar mengikuti arahan teori benturan Antar Peradaban, dari hari ke hari perkembangan situasional di Planet Bumi memang ada gejala mengikuti alur cerita Teori Benturan Antar Peradaban. Teori tandingan pun kemudian muncul untuk memperjelas duduk perkaranya kalau Benturan Antar Peradaban bukanlah teori yang benar-benar sahih. Namanya juga teori, jadi meskipun teori itu dilahirkan dari rahim institusi internasional dengan dukungan negara besar, tapi bukan menjadi teori penuh kepastian dan 100 persen benar. Justru merupakan teori yang banyak lemahnya karena banyak konsep semantik kebahasaan yang nampaknya telah direduksi dan manipulasi habis oleh penulis dan promotornya sehingga seolah-olah hipotesisnya benar. Perlawanan pertama muncul dengan dukungan agamawan dan humanis yaitu Dialog Antar Peradaban. Jadi bukan Benturan tapi Dialog yang diperlukan.

Namun, roda sejarah bergulir cepat, ketika pemikiran-pemikiran lama tapi baru itu saling bergesekan tiba-tiba saja Irak menyerang negara minyak Kuwait. Lantas sekutu baru pun terbentuk dipimpin oleh AS, Inggris, Perancis, dll untuk merebuit kembali Kuwait dan memperkuat wilayah Mediterania sekutu negara-negara yang bergantung minyak Timur Tengah.

Dalam waktu singkat, setelah menjajal berbagai rupa teknologi militer yang telah dikembangkan, maka Kuwait berhasil direbut. Bak pahlawan zaman baheula kemenangan itu pun dipesta porakan dimana-mana dengan judul mencolok “Kuwait Liberation”. Pahlawan-pahlawan baru pun muncul, fokusnya tentu tertuju pada pemikir strategi operasional perebutan Kuwait yaitu Jendral Schwarzof dengan Operasi Badai Gurun-nya.

Setelah episode Perebutan Kuwait reda, biang kerok masalahnya yaitu Sadam Husein masih tetap berkuasa di Irak. Entah apa alasannya nampaknya anak nakal wilayah Arab ini dibiarkan saja oleh AS dan sekutunya. Mungkin belum waktunya dihabisi. Masih menunggu kemunculan Osama bin Laden dari balik layar sandiwara dunia dengan operasi terorisme spektakulernya yaitu operasi 911 pada tahun 2001. Sasaran tembak Al -Qaeda kemudian dinyatakan sebagai upaya merubuhkan keangkuhan kapitalisme AS dan dunia barat umumnya karena sasaran utama dalam 911 adalah menara kembar simbol kapitalisme AS yaitu World Trade Center, Pentagon sebagai markat besar hankam AS, dan daerah lainnya. Bahkan, konon dikabarkan Gedung Putih juga sebenarnya menjadi target kelompok Al-Qaeda. Osama sendiri nampaknya mengakui kalau serangan langsung ke jantung Amerika Serikat itu adalah hasil karya Al-Qaeda, organisasi yang dipimpinnya. Dan yang paling mencengangkan, di era Global Village ini semua orang tahu secara LIVE dari media yang sudah saling terhubung dengan sebutan khas yaitu CNN.

Siaran langsung serangan teroris yang ditudingkan kepada sosok Osama Bin Laden, Al-Qaeda dan kemudian muncul nama baru seperti Jamaah Islamiyahnya seolah-oleh menjadi hiburan tersendiri; hiburan LIVE yang mengecutkan hati karena menjadi pembenar teori Benturan Antar Peradaban bahwa Islam bisa dijadikan kelinci percobaan sebagai kambing hitam, musuh bersama, public enemy number one, yang harus dipertimbangakan guna menjalankan roda sejarah.

Selayang Pandang Indonesia

Isu terorisme pun merebak dimana-mana, mulai dari kampung terbelakang sampai ibukota membahas isu Teorisme dan keberanian kelompok yang ditulis sebagai Ulah Osama Bin Laden. Indonesia pun tak luput dari serangan itu, setelah perang saudara di Ambon, kerusuhan di Poso dan kerusuhan etnis di Kalimantan, tiba-tiba tempat yang paling terkenal dari Indonesia yaitu Bali di kejutkan dengan ledakan Bom. Maka lahirlah Bom Bali yang disusul oleh bom-bom lainnya meledak di seantero Indonesia. Perang yang dimulai oleh presiden AS George Bush dengan istilah khas “Perang Melawan Teorisme” pun melanda Indonesia, seolah-olah kebagian jatah untuk ikut serta karena jelas negaranya menjadi sasaran Teroris dan penduduknya kebanyakan mengaku Muslim.

Kali ini perang betulan dan perang informasi dengan mulai diserangnya Afganistan yang di tengarai menjadi markas Osama dan kelompoknya. Lantas, setelah Afganisthan porak poranda diseranglah kembali Irak yang masih dikuasai Sadam Husein. Kali ini motifnya Senjata Pemusnah Masal. Saddam yang nampaknya menjadi berang pun masuk perangkap. Anak nakal itu rupanya memang kurang cerdik sehingga ia pun petantang-petenteng dan membualkan kehebatannya. Maka itulah yang dimaui, Irak pun dihabisi, termasuk Saddam Husein sendiri yang akhirnya memang dihabisi, digantung di muka umum, disiarkan oleh media ke seluruh dunia, dan ceritanya boleh dikatakan sudah tamat.

Perang melawan terorisme masih bergulir. Banyak yang mendukung baik dengan terpaksa maupun tidak, dan banyak pula yang menentang. Salah satu penentang kebijakan perang melawan teorisme adalah Soros, orang yang pernah juga dituding sebagai biang kerok jatuhnya dollar di dunia yang memurukkan Indonesia dan negara pengutang ke dalam lumpur cobaan hidup karena ternyata sendi ekonomi politik dan segalanya sangat rapuh karena sangat tergantung pada kartu domino yang disebut Dollar. Dalam buku yang diterbitkannya tahun 2006 “The Age Of Fallibility : Consequences of The War on Terror” (terjemahan Indonesia diterbitkan oleh PDAT Tempo dengan harga termasuk murah yaitu hanya Rp 25.000 saja, judulnya ” Zaman Kenisbian : Konsekuensi Perang Terhadap Teror”) Soros mengemukakan argumentasi yang langsung menohok jantung Masyarakat Terbuka dan Demokratis AS yang ternyata, menurut Soros, dimanipulasi oleh Bush dan kawan-kawannya dengan menggunakan sentimen emosional Tragedi 911. Karena itu, masyarakat AS pun sebenarnya berada dalam manipulasi dan ancaman politik garis keras AS, yang menurut Soros mirip fasisme di zaman Nazi Jerman, ketika menyetujui langkah Bush menyerang Afghanistan dan kemudian Irak dalam rangka sumpahnya untuk mengadakan Perang Terhadap Teror.

Di masa kenaikan Dollar, dan jatuhnya rupiah ke dalam lumpur, cerita pun kembali bergulir, banyak yang merasa miskin dan kere karena rupiahnya jadi tak berharga, dan banyak pula yang merasa kaya karena dollarnya tiba-tiba berharga. Harga barang apapun juga, baik kebutuhan pokok maupun bukan, tiba-tiba melangit seolah jaga gengsi.

Puncak semua itu yang disebut krisis moneter di Indonesia adalah tahun 1998, jatuhnya penguasa Soeharto. Pemicu kejauhannya tak jauh-jauh dari muncratnya darah anak-anak muda yang darahnya panas menggelegak untuk menggulingkan rezim yang berkuasa lebih lama ketimbang umurnya sendiri yaitu 32 tahun. Sementara rata-rata para korbannya baru berusia awal 20-an tahun. 12 Mei 1998 tragedi yag kemudian disebut Tragedi Trisakti itu seolah pembenaran dari ramalan Jawa Kuno sebagai munculnya ksatria piningit dengan aji-aji Trisula Wedha. Hanya saja, satria-satria piningitnya menjadi korban, menjadi martir untuk melengserkan kekuasaan Soeharto yang telah berkuasa dalam kurun tiga dasawarsa lebih. Sejak itu, Indonesia pun masuk ke wilayah ketidakpastian historis yang disebut dengan euforia oleh orang-oang yang setengah gila kekuasaan menjadi Era Reformasi. Tak dinyana, era ini menampilkan sosok tersembunyi dari emosi jiwa Bangsa Indonesia yang ternyata beda dengan pelajaran sejarah dan PMP ketika saya di SMP dulu. Cadar kepalsuan telah dibuka dan akhirnya tampilah wajah-wajah dewata-cengkar yang selama ini tersembunyi, topeng-topeng yang sekian puluh tahun di pakai pun mulai di copoti.

Reformasi seperti bola panas. Dan itulah yang terjadi, dalam waktu singkat setelah BJ Habibie menjadi Presiden, permasalahan Indonesia semakin komplek. Dan dimasa itu pula sektarianisme berkembang dan tumbuh subur. Puncaknya Timor Timur dilepaskan dari Indonesia. Entah apa yang ingin diraih, apakah memang tekanan internasional atau sebuah spekulasi bodoh, Indonesia pun kehilangan propinsi ke-27 nya.

Masa pun berganti cepat seolah roda zaman yang berputar lebih cepat, presiden baru dipilih oleh Rakyat, dan terpilihnya satrio piningit yang tak disangka. Namanya Abdulrahman Wahid, cucu pendiri Nahdatul Ulama. Namun, masalah tak usai begitu saja, di tangan Gus Dur tak banyak perkembangan berarti selain korupsi yang semakin menjadi. Gus Dur, Bapak Bangsa yang lengser dan downgrade menjadi Presiden RI paling terkenal di dunia karena kelucuannya dan penampilanya yang nyleneh akhirnya dipunggungi oleh Wakilnya Megawati. Tentu saja, dengan bercelana kolor, ia meninggalkan istana Presiden dan mengancam dengan janji dan seruan ala Terminator “I will be back“.

Tak banyak yang bisa dilakukan Gus Dur kecuali keterbukaannya atas berbagai masalah kemanusiaan. Maka iapun terkenal sebagai presiden humanis dan humoris. Tapi Bangsa Indonesia sedang bete dengan para pelawak, maka Gus Dur pun dilengserkan oleh Megawati yang juga menyandang popularitas karena nama Bapaknya. Mega sendiri sebenarnya Wakil Presiden. Tapi nampaknya ia mengambil kesempatan dalam kesempitan di hujan kecaman karena Gus Dur nampaknya lama kelamaan mau mengubah panggung politik Indonesia menjadi panggung Srimulat. Megawati pun tak bertahan lama, dalam pemilu selanjutnya, partai politiknya tidak lagi menjadi dominan, iapun kalah dalam pemilihan Presiden RI. Ia hanya dikenang dewasa ini sebagai Persiden RI Pertama dari kaum Hawa.

Setelah era Megawati, Indonesia memasuki pemilihan umum lagi. Kali ini terpilih lah mantan Jenderal yang pernah menjadi menetri Kabinet Megawati. Ia pun terpilih bagai kuda hitam yang muncul dari parpol baru Partai Demokrat. Lantas, dengan pasangannya yang berasal dari kalangan pedagang yang menjadi ketua Golkar, presiden Indonesia baru pun muncul SBY dan JK. Saking terkenalnya kedua tokoh ini maka dibuatlah duplikat imajinalnya dalam acara Republik Mimpi. Tapi masalah tak kunjung usai.

Potensi Efek Domino Pada Setiap Peristiwa

Setiap peristiwa sebenarnya mempunyai potensi konflik yang bisa meluas dengan cepat sampai akhirnya sulit ditangani. Karena itu, identifikasi peristiwa yang mengandung efek domino harus ditangani dengan hati-hati. Jika tidak maka domino pun satu demi satu berjatuhan.

Kali ini Umat Islam yang menjadi mayoritas di Indonesia mulai diobok-obok emosinya. Main-main dengan emosi emang berbahaya. Mirip api ia bisa menjilat-jilat dan membakar sekitarnya. Pepatah lama ” jangan main api nanti kau akan terbakar” masih menunjukkan tuahnya. Kali ini era informasi, jadi sundutan pertama adalah gambar yang disiarkan dari jauh menembak Umat Islam. Khususnya, dan pasti menyasar ke Indonesia yang umat Islamnya termasuk masih adem ayem ketimbang umat Islam di negara lainnya. Tidak terkecuali Saudia Arabia, Umat Islam di negara lain terus bergolak menuntut ini dan itu.

Rangkaian penyulutnya bagai sumbu basah yang dinyalakan dari jauh. Tepatnya ia diperkirakan akan meledak di sekitar tahun 2009 sampai 2012. Sumbu basah pertama jauh-jauh hari sudah disiapkan. Namanya Satanic Verses dengan memanfaatkan seorang penulis asal Pakistan Salman Rusdhie. Yang paling marah adalah Iran yang akhirnya mengeluarkan fatwa halal untuk membunuh penulis tersebut. Karuan saja, meskipun banyak dikecapi oleh kaum akademis Eropa dan Amerika sebagai penulis kreatif, kehidupannya menjadi seperti dalam neraka jahanam karena ia harus terus bersembunyi. Bagai film Dikejar Dosa penulis Salman Rusdhie pun harus terus sembunyi sampai kini.

Setelah itu, pasca isu terorisme, baru nongol kartun Denmark yang disiarkan di TV. Umat Islam pun protes dimana-mana, di Indonesia tentu menjadi komoditas politik partai Islam dan ormas Islam disamping menu pokok isu Palestina dan menghujat Israel. Setelah Kartun Denmark, tiba-tiba isu senjata Pemusnah Masal mencuat lagi. Kali ini setelah Saddam Husein digantung. Sasaran tembaknya adalah Iran yang dituding AS mempunyai sarana pembuat senjata nuklir.

Tentu saja tudingan ini membuat Iran berang. Tak luput kampanye perlawanan pun dilakukan oleh Presiden Iran kalau semua itu tak lebih dari upaya AS dengan penyakit paranoidnya untuk melumpuhkan semua negara yang berbau Islam di Timur Tengah yang masih menjadi ganjalan. Iran tentu menjadi ganjalan sejak AS didepak paksa oleh Khomeini dalam revolusi Islam Iran yang legendaris. Di AS sendiri George Bush yang mencanangkan kebijakan Perang Melawan Terorisme di dukung oleh kalangan Hawk garis keras antara lain Dick Cheney yang terkenal karena kebijakan proaktifnya untuk menyerang duluan ketimbang di serang duluan seperti Tragedi 911 yang lalu. Asal tahu saja, Dick Cheney adalah mantan Menhankam AS dan dimasanya pula AS mengadakan pengembangan dan pembuatan alut sista mutakhirnya seperti pesawat siluman yang legendaris itu.

Setelah kampanye melawan Iran kurang berhasil, maka muncul kembali isu-isu yang sebenarnya telah menggunakan jaringan informasi publik yaitu Kartun Denmark dan belakangan film FITNA. Namun, nampaknya ujian-ujian yang melibatkan nama Islam dan Umatnya justru semakin mendewasakan Umat Islam akan situasi geopolitik negara-negara yang banyak masyarakatnya berakar pada tradisi Islam untuk waspada.

Kurang berhasil dengan menggelontorkan FITNA untuk membakar emosi Umat Islam, lantas muncul penyakit lama, duri dalam daging dalam tubuh Islam yaitu Ahmadiyyah. Ahmadiyyah memang ibarat virus, ibarat crypto yang disisipkan ke dlaam tubuh suatu kelompok, dan diam-diam dibiarkan berkembang (mengenai hal ini silahkan simak blog http://fakta.blogsome.com/). Di banyak negara Ahmadiyyah sudah tidak diakui sebagai bagian dari Umat Islam, ia menjadi katakan saja Umat Ahmadiyyah.

Kali ini panggungnya adalah Indonesia karena disinilah satu-satunya negara dengan Umat Islam terbesar yang masih membolehkan tempat ajaran Ahmadiyah masih bisa hidup. Maslaah Ahamdiyyah di Indonesia bukan maslah baru. Tapi lama, bahkan sangat lama, jauh sebelum Indonesia ini merdeka. Sejak zaman Soekarno menjadi aktivis kemerdekaan, Ahmadiyyah sebenarnya sudah memanipulasi keadaan dan oleh banyak kalangan Islam sudah menyempal. Bahkan menurut tulisan Soekarno, selama ia di penjara di Ende, beredar isu kalau ia anggota Ahmadiyyah. Soekarno pun membantahnya. Surat bantahannya ini dapat kita baca di buku Dibawah Bendera Revolusi, bagian Surat-surat dari Ende dengan judul “Tidak Pertjaja Mirza Ghulam Ahmad mendjadi Nabi”. Soekarno membantah kalau ia anggota Ahmadiyyah dan ia tidak percaya dengan pengakuan kenabian Mirza Gullam Ahmad. Sekarang, ada upaya lama untuk mengganggu kembali gejolak emosi Umat Islam dengan isu Ahamdiyyah. Tentu saja ada kesan kuat kalau isu ini digelontorkan menjelang peralihan jabatan Penguasa Indonesia.

Namun, Umat Islam masih bisa bersabar dengan isu Ahmadiyyah ini meskipun provokasi dan penyesatan permasalahan makin sering kita dengar dan kita baca di koran maupun di TV. Ulur waktu pun terjadi antara tuntutan satu pihak yang mewakili Islam dan pihak pemerintah dengan ditahannya SKB tiga menteri. Pastilah ini dimaksudkan untuk mencari kesempatan di masing-masing pihak sebenarnya apa masalahnya?

Apakah sekedar keyakinan atau menyentuh level “Religious Identity Abuse” yang bisa saja dianggap pelanggaran Copyrigh karena menggunakan “Brand Image” yang telah keliru sejak dulu karena pendirian satu kelompok ,dalam hal ini Ahmadiyyah, telah diselewengkan sejak awal oleh pendirinya sendiri karena menganggap dirinya pantas jadi Nabi dengan dukungan pihak penguasa Inggris dulu di wilayah India dan Pakistan.

Ahmadiyah memang sebenarnya produk dari berkurangnya pengaruh geopolitik Inggris zaman Kolonialisme dulu. Ahmadiyah juga pernah telanjang buat di panggung sejarah (simak blog http://fakta.blogsome.com) dengan penentangnya Muhammad Iqbal, filsuf Islam yang terkenal dari Pakistan (simak tulisan di http://tasawuf.multiply.com). Mungkin tidak cukup catatan historis itu, jadi ingin ditelanjangi lagi di atas panggung sejarah yang masih sama.

Kunci permasalahan ini sebenarnya berada di duapihak bertikai yaitu sama-sama sadar atas semua konsekuensi pendiriannya. Kecuali kalau bos-bos kedua pihak bertikai itu asalnya sama saja yaitu intel-intel geopolitik yang tujuannya memang membuat percikan api bagai dua batu api yang digesekkan kala manusia purba dulu membuat api pertama kali. Siapa yang mau membuat api sebenarnya di Indonesia ini? Lantas siapakah yang mau membakar Indonesia kini dengan dua api itu “Islam dan Ahmadiyyah”?

Upaya menggesekkan Umat Ahmadiyah dengan Umat Islam ampaknya kurang berhasil. Setidaknya itulah yang terbaca kini. Nah, sekarang isu sensitif yang berhubungan dengan api secara langsung digulirkan yaitu KENAIKAN BAHAN BAKAR , ANCAMAN PANGAN dan KESEHATAN dengan isu Namru 2 yang heboh belakangan ini. Anehnya belakangan inilah topik yang hangat diomongkan banyak orang BBM NAIK, awas kekurangan PANGAN, Berantas KKN di Pemerintah, kesehatan masyarakat, pendidikan dan akhirnya emosi kitapun lama kelamaan semakin terbakar .

Hawa nafsu semua orang semakin meningkat ketika seluruh permasalahan itu, dari berbagai belahan dunia sampai di negeri sendiri, seolah menumpuk bagai karung goni yang digendong semakin berat dan semakin berat oleh setiap manusia, terutama yang masih disebut rakyat jelata. Efek domino semua itu nampaknya memang berasa benar dewasa ini di bawah ancaman Kenaikan BBM, kekurangan Pangan, masalah politik lokal, korupsi, Global Warming, dan ancaman virus-virus baru yang mematikan seperti H5N1 dan Virus E-71 yang menyerang anak-anak.

Mencari Banyak Pilihan dan Solusi, Mengurangi Egosentrisme

Apakah umat manusia saat ini benar-benar berada di posisi Kuldesak sehingga sangat sulit menggerakkan roda zaman dengan cara-cara yang lebih adil dan seimbang selain membakar saja ladang kehidupan ini dan membasahinya dengan darah kaumnya sendiri? Memang benar seperti protesnya malaikat kepada Allah “Kenapa Engkau ciptakan makhluk yang hobinya saling menumpahkan darah kaumnya sendiri?” . Lantas Allah menjawab, “Aku lebih tahu daripada apa yang engkau perkarakan wahai Para Malaikat-Ku” (dialog lengkapnya silahkan buka AQ). Sejak dialog teologis yang direkam Al Qur’an itu, malaikat pun tak pernah protes lagi. Tapi apa yang tersirat dari dialog yang direkam Al Qur’an itu sebagai pelajaran? Apakah itu menyiratkan suatu pembenaran kalau manusia itu boleh menumpahkan darah sesamanya?

Hikmah apa yang dapat diungkapkan dari dialog tersebut sebenarnya berhubungan dengan hikmah Kemahaadilan Ilahiyah dengan kemanusiaan universal yang erat kaitannya dengan rahmat tak pandang bulu, kehendak bebas dan tanggung jawab manusia untuk menentukan nasibnya sendiri secara bertanggung jawab, baik sebagai makhluk yang mulia maupun yang hina, makhluk yang disebut Insana Fi Ahsaani Taqwiim atau pun menjadi Asfala Safiilin; makhluk yang bisa lebih mulia daripada malaikat namun bisa jadi malah terburuk diantara jajaran makhluk, bahkan lebih buruk dari binatang sekalipun.

Itulah wewenang dan hak Allah sebagai Pencipta untuk memberikan amanah kepada manusia sebagai wakilNya di Bumi, yaitu makhluk yang berpengetahuan Tuhan dengan kemungkinan bisa mencapai kemuliaan atau menjadi terputus dari rahmat Tuhan alias menjadi iblis dan Setan. Pilihan itulah yang memungkinkan manusia bisa mencari banyak solusi atas suatu masalah kehidupan. Jadi, bukan satu solusi semisal solusinya hanya Perang saja.

Yang diinginkan sebenarnya adalah kemampuan manusia untuk mencari banyak solusi dan memberikan solusi terbaik yang masih berada dalam koridor keseimbangan dan keadilan sebagai hukum pokok kehidupan. Tentunya dengan tanggung jawab dan risiko sesuai dengan kadar dari solusinya itu. Demikian juga, tentunya dengan harapan kalau solusi itu merefleksikan pilar-pilar Ketuhanan yaitu Bismillahir al-Rahmaan al-Rahiim. Perang bukanlah salusi satu-satunya, tetapi masih banyak solusi lainnya semisal bekerja sama atau satu sama lain saling menghormat dan menghargai dengan berendah hati, bukan dengan kesombongan diri. Jadi, efek domino yang horisontal sebagai suatu teori yang dipercayai pun sebenarnya hanya pembenaran semata jika kita bertumpu pada solusi horisontal. Ada solusi lain yang bersifat horisontal dan vertikal sekaligus dimana kita mulai kembali menoleh kepada kebijakan-kebijakan agung yang sebenarnya sudah menjadi bagian dari sejarah kehidupan manusia di Planet Bumi ini.

Jadi, mereka yang mengira satu-satunya cara adalah memusnahkan kaum lainnya adalah mereka yang picik , yang terjebak dalam egosentrisme keiblisan yang hanya mementingkan dirinya sendiri. Merekalah dajal sesungguhnya, yang matahatinya buta, sehingga tidak melihat pilihan-pilihan yang mungkin untuk menjalani kehidupan sesuai dengan Kemahagungan dan Kemahaindahan Tuhan yang seimbang, adil dan merefleksikan kekhalifahan manusia sebagai makhluk berpengetahuan terbatas namun bisa mengenali kalau Ada Pencipta di balik semua makhluk ciptaan, dan ada Kemahaindahan dan Kemahagungan dibalik semua perbedaan sehingga rahmat bagi semua alam pun dimungkinkan terwujud.

Semua itu dasar pokoknya adalah adanya kesadaran diri sebagai makhluk yang fana. Asalkan manusia sadar untuk melihat kehidupan secara utuh, tidak parsial, dan mau mengendalikan kuda hawa nafsunya sendiri supaya tidak menjadi liar maka solusi-solusi alternatif sebenarnya dapat ditemukan dan dijalankan dengan lurus, dengan peluang yang luas, yang tidak lain adalah solusi Shirathaal Mustaqiim.

Kesadaran itu hanya mungkin terwujud kalau setiap pihak yang bertikai saling berendah hati dengan melihat fakta historis, kekinian, dan kemungkinan di masa depan. Bukan saling tinggi hati dan terkurung dalam egosentrisme kedajalannya masing-masing. Jika tidak berendah hati, maka kelak yang lahir adalah generasi Yakjuj Makjuj, Yajou Majou, generasi penunggang kuda liar yaitu generasi hamba hawa nafsu belaka. Dan kalau itu terjadi, maka itulah Asfala Safiliin – sejelek-jeleknya makhluk Ciptaan Tuhan. Semua akhirnya kembali kepada kesadaran kita sendiri sebagai makhluk spiritual dan makhluk yang hanya berumur pendek dengan kecondongan memenuhi kebutuhan biologisnya yang pokok, bukan memenuhi kebutuhan hawa nafsu yang tak ada batasnya. Dan semua tindakan dan perbuatan kita ada balasannya sesuai sunnatullah, aksi=reaksi, amaliah=pahala (baik disebut pahala yang menjadi surga maupun pahala yang menjadi neraka).

 

atmnd114912, Bekasi, 13/5/2008

3 pemikiran pada “Efek Domino, Dari Dunia Sampai Akhirat

  1. Ping-balik: Ragheb Alama

Tinggalkan Balasan ke asuna17 Batalkan balasan